Selasa, 13 Desember 2016

KREASI FLANEL? MUDAH KOK

 

 
 
Hai sobat, mungkin bagi kalian barang yang sudah tidak terpakai akan  dibuang, namun kali ini  kain flanel yang sudah tidak digunakan dapat dimodif untuk menjadi kantong ajaib. Kantong ini multifungsi sobat. 
Manfaaat dari kantong ajaib ini adalah :
-Untuk menyimpan kacamata
-Untuk menyimpan Headset, kabel-kabel
-Untuk menyimpan jarum, peniti, bros
-Untuk menyimpan alat tulis terutama pensil
- Dan masih banyak lagi :)

SO?  Tertarik untuk membuat? Tapiii...  BAGAIMANA CARANYA???

~~~~~~> Cekidot....


1. Menyiapkan semua alat dan bahan berikut: 

        Alat: Gunting, Jarum
        Bahan : kain flanel, Benang wol, Assesoris, lem

2. Membuat pola/ bentuk utama kantong sesuai keinginan
    (misal: kotak, oval, segitiga)

3. Gunting pola tersebut dan buat sebanyak dua bagian untuk bagian depan dan belakang

4. Menjahit bagian samping antara bagian depan dan be;akang dengan benang wol

5. Membuat hiasan pada bagian depan agar terlihat unik.
    (bisa menggunakan flanel atau assesoris lainnya)

6. Jadi deh.... 





Kalian bisa menggunakan bentuk seperti gambar disamping bila ingin muat kacamata ataupun headset.





Bisa juga bentuk disamping, bila ingin menggunakan kantong untuk gunting atau alat tulis lainnya






Bagaimana sobat, mudah kan membuatnya?   Selamat mencobanya dan semoga bermanfaat :)

BY:  Hasna Nabilah


Menakar Mutu Sekolah Islam





     Bagi orang modern, sekolah menjadi tempat yang utama untuk mendidik anak. Mulai jenjang dasar hingga pendidikan tinggi. Ilmu yang dipelajari di sekolah memiliki tingkat kedalaman yang berbanding lurus dengan jenjangnya. Semakin tinggi gelar akademik, orang tersebut seharusnya mampu menemukan ‘kunci’ kehidupan. Kunci bisa dimaknai sebagai perpaduan antara kebenaran, kebaikan, dan keindahan.

    Adapun di dalam Islam, lembaga pendidikan yang bernama ‘sekolah’ merupakan salah satu instrumen pendidikan. Selain itu ada pendidikan keluarga dan masyarakat. Asal mulanya, sekolah ini hanya berfokus pada kecerdasan intelektual dengan penguasaan ilmu umum dan ‘bukti’ akademik (ijazah). Untuk mengimbangi pemahaman akademik yang sekuler, munculnya ‘sekolah Islam’. Identitas Islam ini untuk menjadi tanda bahwa di-dalam proses pembelajarannya memadukan antara ilmu umum dan keagamaan, formal dan informal, ilmu dan amal, serta kecerdasan dan kemuliaan akhlak.

      Pendidikan sesungguhnya tujuan utama dalam mengenal Tuhan melalui dirinya. ‘Man arofa nafsa man arofahullah’. Seorang murid harus mampu mengoptimalkan potensi yang meliputi jasad dan rohaninya, akal dan hatinya – sebagai alat untuk memahami maksud Tuhan. Hingga ia mengucapkan ‘robbana maa kholaqta hadza batilan’. Dengan kata lain, kejadian apapun yang ditemui manusia – pasti tersimpan ‘maksud’ Tuhan. Ada ungkapan jawa : ‘Empan Papan’. Tidak ada ciptaan Tuhan yang buruk, asal diletakkan pada tempatnya.

     Namun, perjalanan sekolah Islam mengalami penurunan kualitas. Ada tiga indikator yang menjadi muara penurunan. Pertama, hilangnya identitas sebagai sekolah islam. Tidak ada bedanya dengan sekolah umum, kecuali lantunan kitab suci dan sholat berjamaah. Meskipun beberapa sekolah umum juga menerapkan pembiasaan religius tersebut. Penyebab utama dari hilangnya identitas adalah minimnya pemahaman pengelola terhadap ajaran Islam, visi-misi sekolah, dan budaya Islam. Mereka terjebak pada simbol dan ritual ibadah semata. Sekolah Islam seharusnya mampu mencetak kader kebaikan (dai) dan melakukan transformasi masa depan (agent of change).

   Kedua, hilangnya kemandirian sekolah. Kemandirian ini disebabkan faktor eksternal yaitu kebijakan pendidikan nasional. Meskipun orde reformasi menerapkan desentralisasi tapi tidak sepenuhnya. Banyak sekolah yang kebingungan ketika ada pergantian menteri yang otomatis diikuti kebijakan baru. Baik kurikulum, sistem manajemen sekolah, maupun kesejahteraan guru. Sekolah Islam seharusnya mampu merancang kurikulum secara mandiri, gurunya memiliki kemandirian dalam inovasi PBM, serta Kepala Sekolah yang inovatif. Kemandirian ini tidak berarti menentang kebijakan pemerintah tapi tetap di dalam koridor dengan fokus peningkatan mutu sekolah.

     Ketiga, Menguatnya standarisasi pendidikan. Kata ‘standar’ ini menjadi keniscayaan dalam dunia modern dan bersifat global. Standarisasi dalam pendidikan meliputi : akreditasi, sertifikasi, dan ujian nasional/sekolah. Semua sekolah ‘harus’ tunduk pada standar yang disusun oleh pihak lain. Dampak baik dari sistem ini yang diharapkan ialah memacu daya saing. Tapi yang menjadi problem adalah seringkali meniadakan keunikan baik secara institusi sekolah maupun manusia baik itu guru atau siswa. (anjaya-w)

Repost from: http://www.smait.aluswahsby.sch.id/menakar-mutu-sekolah-islam/